JOMBANG (BangsaOnline) - Saat ini Indonesia sudah kebanjiran pengaruh dari luar negeri baik itu dari segi agama, ideologi, politik, ekonomi dan budaya. Itulah pesan pembuka yang disampaikan KH. Hasyim Muzadi dalam acara memperingati Hari Lahir (Harlah) NU ke-89 di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum, Rejoso Jombang, Sabtu (31/1).
Kiai Hasyim mengingatkan kepada seluruh warga nahliyin untuk mewaspadai ancaman dari ideologi atau aliran-aliran islam yang saat ini sedang gencar-gencarnya mencoba menyerang NU, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun yang tidak tampak. Yang pertama adalah Syiah. Aliran yang menganggap kekhalifaan Abu Bakar, Umar dan Usman tidak sah ini dianggap Kiai Hasyim sangat berbahaya karena mereka yang menganut aliran ini bisa menyusup sebagai seorang nahdliyin yang ikut memperjuangkan Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) hingga akhirnya dia membelot. Selain itu menurut Kiai Hasyim, mereka juga pandai menyembunyikan kebenaran dan menutupi kayakinan, demi mengembangkan aliran ini.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
“Bahkan sekarang sudah masuk di NU dan jadi struktural. Syiah itu mainnya halus disertai dengan penyusupan, diawali ahlussunnah hingga dia membelot”, jelas Kiai Hasyim didepan ratusan pemerhati NU.
Yang kedua adalah Wahabi. Apabila Syiah melancarkan strateginya dengan halus, kali ini Kiai Hasyim menggambarkan bahwa Wahabi menyampaikan dakwahnya secara terang-terangan, bahkan wahabi cenderung menyampaikan dengan kasar sehingga sering bentrokan dengan NU karena ajaran yang mereka usung adalah ‘pemurnian’ Islam yang tentu berlawan dengan ajaran Aswaja yang menjunjung tinggi toleransi.
“Mereka itu aneh, mereka mencanangkan negara Islam, tapi yang diserang juga negara Islam,” ujar Kiai Hasyim.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Dalam acara yang dikemas dalam Diskusi Kampung Nahdliyin dengan tema ‘Refleksi Menjelang Satu Abad NU: Tantangan Masa Depan Ideologi Aswaja Anna hdliyah’ tersebut Kiai Hasyim juga mengingatkan bahwa perkembangan aliran-aliran islam lain yang juga mengancam Aswaja seperti Ikhwanul Muslimin (IM) dan Hizbut Tahrir (HTI) juga pesat di Indonesia.
“Ikhwanul Muslimin itu dulu nggak ada, sekarang sudah jadi partai. HTI juga sekarang dimana-mana,” imbuhnya.
Sedangkan aliran yang ketiga menurut Kiai Hasyim adalah Islam Liberal. Aliran yang menekankan kebebasan dan pembebasan pribadi ini dijelaskan oleh Kiai Hasyim bahwa mereka mencoba untuk melonggarkan simpul-simpul agama.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
”Masak sholat boleh iya boleh tidak, terus mereka menganggap Al-Qur’an ada yang salah. Apa mereka meragukan malaikat Jibril?”, ujar Kiai Hasyim disertai tawa hadirin.
Selain Islam Liberal, Kiai Hasyim juga mengingatkan bahwa terdapat ideologi yang kembali tumbuh setelah sempat dibabat habis, yaitu Komunisme. Kiai Hasyim menganggap ideologi ini juga menyerang Aswaja secara tidak tampak karena mereka ajaran mereka mendompleng dibalik Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga ini juga patut diwaspadai meskipun perkembangan mereka tidak sepesat seperti tiga aliran yang disebutkan sebelumnya.
Kiai Hasyim menganggap NU terlalu sembrono dan lengah dengan membiarkan ideologi luar tersebut. Kiai Hasyim khawatir lama-lama NU akan habis secara aqidah dan budaya secara tidak terasa dengan waktu yang tidak lama.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
“Syiah pasti akan mengajak perang jika sudah besar nanti, apalagi Wahabi yang memang membenarkan perang,” jelas mantan cawapres pemilu 2004 tersebut.
Oleh karena itu Kiai Hasyim mengajak seluruh Kiai-Kiai untuk mencari solusi dan mengembalikan NU ke ‘relnya’ dengan cara membangun lagi aqidah, politik, budaya, ekonomi dan sebagainya.
Wacana Pemilihan melalui Konsep Ahlul Halli wal Aqdi Jelang Muktamar NU
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
Untuk menemukan solusi atas ancaman ideologi-ideologi yang mulai merembes dan menyerang NU tersebut, Kiai Hasyim menjawabnya dengan mengomentari konsep yang saat ini ramai dibahas jelang Muktamar yang rencananya akan diselenggarakan Agustus 2015, yaitu konsep pemilihan Rais Aam yang digadang-gadang bakal menggunakan konsep Ahlul Halli wal Aqdi.
Sebagaimana diketahui, wacana pemilihan Rais Aam melalui permusyawaratan ulama ini memang menjadi isu yang banyak dibicarakan kalangan pejabat-pejabat NU.
Kiai Hasyim membandingkan bahwa apabila konsep Ahlul Halli wal Aqdi diberlakukan dalam pemilihan Rais Aam, sedangkan pemilihan ketua Tanfidziyah dilakukan secara langsung, hal ini akan membuat legitimasi Syuriah berkurang sehingga supremasi Tanfidziyah akan berada diatas Syuriah.
Baca Juga: Muktamar NU, Yahya Staquf, Birahi Politik, dan Sandal Tertukar
“Dulu memang pernah, tapi Kiai-Kiai simpul seperti KH As’ad Syamsul Arifin, KH Ali Maksum,dll waktu itu masih ada, sedangkan sekarang sudah jadi tim sukses sendiri-sendiri”, ujar Kiai Hasyim disambut gelak tawa hadirin.
Kondisi seperti ini nantinya akan membuat fungsi Syuriah lemah karena hanya sebagai penasihat, bukan pimpinan tertinggi yang fungsinya menentukan kebijakan syar’i. Apabila kondisi ini benar-benar terjadi, maka NU akan tergerus akibat pengaruh dari ideology-ideologi luar tersebut.
“Dalam Muktamar mendatang, NU harus memilih pemimpin yang benar-benar NU yang bisa melindungi Aswaja dari masuknya ideologi-ideologi luar, jangan sampai NU dipimpin oleh orang yang campur-campur,” pungkas ketua umum PBNU 1999-2010 tersebut.
Baca Juga: Ketum PBNU yang Baru Diharapkan Mampu Menjawab Tantangan di Era Globalisasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News