Lahan Pertanian Produktif di Bojonegoro Terus Terkikis

Lahan Pertanian Produktif di Bojonegoro Terus Terkikis LAHAN PRODUKTIF: Belum disetujuinya Perda LP2B oleh Gubernur Jatim, lahan pertanian produktif di Bojonegoro terancam terkikis karena digukan pembangunan oleh para investor. Foto: (Dok) Eky Nurhadi/BangsaOnline.com

BOJONEGORO (BangsaOnline) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro hingga kini masih menunggu hasil evaluasi Peraturan Daerah (Perda), Lahan Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang telah disahkan DPRD beberapa bulan lalu.

Perda LP2B itu hingga kini masih tertunda. Sebab, pengajuan Perda tersebut masih belum mendapat evaluasi dari Gubernur Jawa Timur, Soekarwo.

Sekretaris Komisi B DPRD Bojonegoro, Ali Mahmudi mengatakan, tertundanya perda LP2B itu berpotensi menjadi kesempatan bagi investor untuk melakukan pembangunan di lahan produktif. Apalagi, saat ini tingkat perekonomian masyarakat meningkat seiring geliatnya perkembangan industrialisasi minyak dan gas bumi (migas) di Kota Ledre.

"Di Desa Mayangrejo, Kecamatan Kalitidu hampir akan dilakukan pembangunan real estate di atas lahan pertanian produktif tapi bisa digagalkan, itulah contohnya ketika kita belum memiliki Perda tentang lahan pertanian," ujarnya, Sabtu (14/03/2015).

Dia menyatakan, akibat perkembangan industri migas dan industri ikutan lainnya, membuat lahan pertanian terus berkurang. Sehingga, dengan kekosongan esensi Perda LP2B saat ini, pihak DPRD mendorong agar Dinas dan Badan Perijinan untuk memperketat perijinan bagi semua investor.

"Saya sudah meminta kepada Disperta untuk tidak memberikan rekomendasi, dan Badan Perijinan mencari tahu apakah yang digunakan adalah lahan pertanian terlebih pertanian produktif," katanya.

Dia menyampaikan, karena belum adanya hasil dari Gubernur atas Perda LP2B ini, membuat pemerintah kabupaten tidak bisa menerapkan terkait perencanaan penggunaan lahan pertanian baik itu untuk perumahan, industri, dan lain sebagainya.

Terpisah, Kepala Bagian Hukum dan Pemerintahan, Pemkab Bojonegoro, Moch Khosim mengatakan, Perda LP2B telah disahkan pada tahun 2014 lalu, dan seharusnya diserahkan kepada Bupati 7 hari setelah pengesahan.

“Karena masalah tekhnis, perda tersebut baru ditangani oleh Bagian Hukum pada November 2014 lalu,” ujarnya.

Dalam pembuatan Perda LP2B tersebut, ditemukan ketidaksinkronan antara Dinas dan Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) setempat mengenai pemetaan lahan pertanian di Bojonegoro.

“Ternyata, didalam peta ada perbedaan antara milik Bappeda dan Disperta. Ini perlu diklarifikasi dahulu, baru diajukan ke Bupati Suyoto,” terangnya.

Pihaknya menyatakan, akan mengundang kedua instansi tersebut untuk memberi petunjuk jelas terkait pemetaan lahan yang ditetapkan di dalam Perda LP2B itu. Namun, pertemuan tersebut masih dijadwalkan menyesuaikan waktu agar kedua belah pihak bisa bertemu.

Data dari Dinas Bojonegoro menyebutkan, selama satu tahun 2014-2015 seluas 184.525 Meter Persegi (M2) atau 18,4 5 Hektar (Ha) telah beralih fungsi diantaranya untuk kebutuhan perumahan, kolam renang, gudang, SPBU, Tampat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, perkantoran, hotel, toserba dan apotik.

Sedangkan data dari Bappeda, lahan pertanian di wilayah Bojonegoro, untuk lahan basah pada tahun 2010 seluas 43.926,42 Ha, sedangkan lahan kering seluas 32.921,75 Ha. Sementara, rencana penggunaan lahan Kabupaten Bojonegoro tahun 2031, seluas 41.356,71 Ha, dan lahan kering seluas 33.333,57 Ha.

Lihat juga video 'Mahasiswa Indonesia Bekerja Part Time Sebagai Petani di Jepang, Viral Karena Gajinya, ini Kisahnya':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO