Tolak Presidential Threshold 20 Persen, Aktivis Gemas Jatim Tuntut 0 Persen

Tolak Presidential Threshold 20 Persen, Aktivis Gemas Jatim Tuntut 0 Persen Yoyok Smit, Juru Bicara Gemas Jatim. foto: istimewa

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gelombang penolakan terhadap aturan Presidential Threshold (Preshold) atau ambang batas 20 persen sebagai syarat untuk mengusung calon presiden terus bergulir. Usulan 0 persen yang diinisiasi tokoh nasional Rizal Ramli terus menggelinding bak bola salju.

Terbaru, ratusan massa dari berbagai daerah yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Jawa Timur (Gemas Jatim), menggelar deklarasi menuntut untuk dihapuskannya aturan ambang batas (Presidential Threshold) karena diduga ada sinyal persekongkolan politik.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Jubir Gemas Jatim, Yoyok Smit, menuturkan bahwa pasal ambang batas 20 persen sangat inkonstitusional atau tidak sesuai amanah UUD 1945. Selain itu, regulasi tersebut juga dinilainya irasional, menghilangkan norma keadilan, serta memangkas dan membuat kebebasan rakyat dalam memilih menjadi terbatas.

"Dalam Pasal 6 huruf a ayat (2) UUD 45 menyebutkan: pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum, bukan 20 persen," cetusnya, Minggu (19/12/2021).

"Salah satu gagasan sentral di balik perubahan UUD 1945 (amandemen) pasca reformasi adalah untuk memurnikan sistem pemerintahan presidensial Indonesia. Konyol jika mempergunakan hasil pemilu anggota legislatif sebagai persyaratan dalam mengisi posisi eksekutif tertinggi (chief executive atau presiden) jelas merusak logika sistem pemerintahan presidensial," tegasnya.

Baca Juga: 45 Anggota DPRD Trenggalek 2024-2029 Resmi Dilantik, Bupati Ucapkan Selamat dan Apresiasi

Menurutnya, menggunakan hasil pemilu legislatif guna mengisi posisi pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi merupakan logika sistem parlementer.

"Pasal 222 UU Pemilu dirancang untuk menguntungkan kekuatan-kekuatan politik yang menyusun norma itu sendiri, dan di sisi lain merugikan secara nyata kekuatan politik yang tidak ikut dalam merumuskan norma Pasal 222 UU pemilu tersebut," paparnya.

"Bagaimana mungkin menerima rasionalitas ketika hasil Pemilu DPR 2019 dipakai atau digunakan sebagai dasar untuk mengusulkan Calon Presiden dan Wakil Presiden . Sedangkan partai politik yang lolos dalam verifikasi faktual sesuai Pasal 173 ayat (2) UU Pemilu sehingga menjadi peserta tidak diberikan kesempatan untuk mengajukan calon presiden (dan wakil presiden) karena tidak memiliki kursi atau suara dalam Pemilu 2019," ungkapnya

Baca Juga: Gunakan Baju Perjuangan, Ony-Antok Berangkat Daftar Pilbup ke KPU Ngawi

Ia mengatakan, penggunaan 20 persen untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden akan mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin potensial masa depan.

"Sehingga, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan dan kesempatan luas untuk mengetahui dan menilai calon-calon pemimpin bangsa yang dihasilkan partai politik peserta pemilu," ucapnya.

"Karena itu, kami menuntut ambang batas presiden menjadi 0 persen. Untuk itu, kami akan bersama-sama ke Jakarta mendorong MK bijaksana sehingga tidak mencederai demokrasi Indonesia," pungkas Yoyok. (mdr/ian)

Baca Juga: Pelantikan Anggota DPRD Kota Madiun Periode 2024-2029, Ada 13 Orang Baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sejumlah Pemuda di Pasuruan Dukung Muhaimin Maju Calon Presiden 2024':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO