GRESIK, BANGSAONLINE.com - Surat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur bernomor 23/MUI/JTM/V/2020, tertanggal 4 Mei 2020, tentang Kajian Analisis dan Evaluasi Penerapan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disikapi Lembaga Bantuan Hukum Fajar Trilaksana (LBH FT) Gresik.
Direktur LBH FT, A. Fajar Yulianto, S.H. mengungkapkan bahwa kajian dan analisa MUI Jatim terkait beribadah di saat PSBB sangat komprehensif.
Baca Juga: Gus Yani: PSBB Diganti Transisi New Normal itu Kehendak Rakyat
"Setelah kami cermati, kajian MUI Jatim adalah sebuah kajian yang sangat komprehensif, khususnya bertalian dengan pembatasan tata laku beribadah di saat PSBB," ujar Fajar kepada BANGSAONLINE.com, Kamis (7/5).
Menurut Fajar, hak menjalankan ibadah sesuai keyakinan dijamin oleh konstitusi, karena ibadah merupakan salah satu kebutuhan hak dasar yang tidak dapat dikurangi dan dibatasi dalam kondisi apapun dan sekalipun keadaan darurat.
Fajar mengungkapkan, hal tersebut diatur pada Pasal 4 UU Nomor: 39 tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia (HAM). "Di negara kita jaminan ini juga dengan tegas terpayungi oleh pasal 29 UUD 1945 dan banyak regulasi lainnya yang memperkuat," ungkapnya.
Baca Juga: Bupati Sambari akan Berlakukan New Normal Pasca PSBB Surabaya Raya Berakhir
Fajar menilai, polemik tata laku beribadah berawal dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor: 21 Tahun 2020, tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
Kemudian, diikuti dengan Permenkes Nomor: 9 tahun 2020, kemudian lahir KepMenkes RI Nomor: HH.0.1.07/Menkes/264/2020, tentang PSBB wilayah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik. Kemudian ditindaklanjuti dengan Pergub Nomor 18 tahun 2020, yang telah dirubah Pergub Nomor: 21 tahun 2020. Setelah itu, ada tindaklanjut dari Pemkab Gresik dengan Perbup Nomor: 12 tahun 2020.
Menurut Fajar, pembatasan ketat dalam aktivitas di rumah ibadah selama PSBB masih perlu dikaji lagi. "Perbup tersebut agar menyesuaikan dengan rujukan Pergub Nomor 21 tahun 2020. Pada pokoknya pengecualian pembatasan kegiatan keagamaan hanya dilaksanakan berdasar peraturan perundang-undangan," urai Sekretaris DPC Peradi Gresik ini.
Baca Juga: PSBB Surabaya Raya JiIid III, Nasdem Jatim: Sama-sama Tak Disiplin
"Artinya apa? pembatasan kegiatan keagamaan hanya boleh dilaksanakan dengan dasar Undang-Undang, tidak boleh hanya dengan berdasar peraturan di bawahnya, termasuk Permenkes apalagi Pergub, atau Perbup. Sehingga kami menilai penerapan PSBB terlalu over atau berlebihan, apalagi bersinggungan dengan terpasungnya hak paling asasi (ibadah). Hal ini sangat berpotensi akan perbuatan melawan hukum," terangnya.
Hasil purposive sampling oleh Satgas COVID-19, MUI Jatim pun menilai penerapan pembatasan kegiatan ibadah pada saat PSBB COVID-19 disimpulkan tidak proposional.
Sebab, mushola, masjid-masjid ditutup sementara, namun mall, cafe, pasar yang notabene simpul kerumunan massa terkesan masing berjejal dan aktif.
Baca Juga: PSBB Jilid II, Bupati Gresik Kerahkan 1.200 Personel untuk Perketat Pengawasan hingga 24 Jam
Pada kesempatan ini, Fajar mengajak masyarakat untuk mematuhi protokoler kesehatan dalam mencegah sebaran COVID-19. "Terpenting semua harus bijak dalam menggunakan media sosial dalam menyikapi, dan pencegahan sebaran COVID-19," katanya.
Ia mengajak masyarakat menyebarkan berita kebaikan, berita kesembuhan, berita kehidupan, berita kesuksesan Pemerintah dalam menghalau pandemi COVID-19.
"Jangan ikut melakukan komentar yang tidak punya kompetensi, agar dapat mendukung psikis imun kita terus meningkat dan lahir pola pikir positif. Karena kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan," pungkasnya. (hud/rev)
Baca Juga: PSBB Surabaya Raya Diperpanjang, ini 6 Poin yang Jadi Penekanan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News