​Pesantren Vakum Dua Bulan Kerugian Moral, Para Kiai Sepakat Santri Kembali ke Pondok

​Pesantren Vakum Dua Bulan Kerugian Moral, Para Kiai Sepakat Santri Kembali ke Pondok ILUSTRASI. Para santri Pesantren Tebuireng mengaji kitab kuning. foto: BANGSAONLINE.COM

Menurut Prof Halim Soebahar, pada akhirnya kerugian moral tidak hanya dialami pesantren. "Tapi masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Karena jika kekuatan moral generasi sekarang tergerus akan menjadi ancaman  bagi generasi mendatang," timpal Prof Halim Soebahar.

KH Fahrur Rozy bahkan menilai, belajar secara online selama ini sangat tidak efektif. Ia mencontohkan tentang dirinya yang menggelar pengajian secara virtual. “Awalnya yang ikut 700 orang, tapi sekarang tinggal 100 orang,” kata Gus Fachrur – panggilan akrabnya. Karena itu ia sepakat bahwa para santri harus belajar di pondok pesantren kembali.

Hanya saja problemnya, bagaimana menjaga para santri, ustadz dan para kiai agar terjaga dan tidak terpapar covid-19. Sebab, seperti disampaikan Nyai Hj Mahfudzoh Ali Ubaid, dalam satu kamar di pesantren berisi 10 bahkan 20 dan 30 santri.

H Ahmad Rifai dari Rumah Sakit Tulungagung menyarankan agar rapid test para santri diperketat. Memang validitas rapid test itu hanya 60 sampai 70 persen. Tapi, kata dia, yang paling penting orang yang rentan terpapar dan punya penyakit bawaan harus benar-benar diperhatikan dan langsung diisolasi.

Menurut dia, para santri harus dirapid test saat tiba di pesantren, bukan membawa surat tes kesehatan dari rumah. “Karena di perjalanan juga rawan tertular,” katanya. Ia juga mengingatkan bahwa kini banyak pasien OTG (orang tanpa gejala). Karena itu ia minta para kiai memperhatikan kesehatan dan kebersihan para santri. “Yang paling penting menghindari kontak langsung,” kata pengurus ISNU itu.

Terkait menjaga kesehatan, Gus Fachrur menyarankan para santri selalu minum empon-empon. “Yaitu jahe, kunyit, ketumbar, temulawak, sere, dan madu. Kalau gak ada madu bisa diganti gula,” katanya sembari menyarankan para santri selalu membaca Ratibul Haddad.

Uniknya, problem di pesantren ternyata tak hanya minim sarana kesehatan dan kedisiplinan protokol kesehatan. Tapi juga persepsi para pengasuh pesantren yang masih berbeda satu sama lain. “Saya banyak melakukan silaturahim ke kiai-kiai di Mojokerto. Ternyata ada beberapa kiai yang tak percaya ada covid-19,” kata Gus Bara yang kini calon wakil bupati Mojokerto. Karena itu ia berharap para kiai bisa menyamakan persepsi dalam menghadapi covid-19 dan new normal ini.

Meski para kiai siap mengaktifkan kembali pondok pesantren, tapi mereka masih menunggu kepastian kebijakan dari pemerintah. Mereka juga akan mengembalikan para santri secara bertahap terutama untuk mematuhi protokol kesehatan. Karena itu para kiai dari berbagai pesantren di Jawa Timur itu berharap pemerintah segera mengambil kebijakan, terutama merespon kebutuhan-kebutuhan konkrit tentang sarana kesehatan.  

Acara silaturahim online yang dibuka oleh KH Afifuddin Muhajir dengan pembacaan surat Fatihah dan al-Ashr itu ditutup dengan doa oleh KH Azaim Ibrahimy. (MMA)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO